Aimas,-Aktivitas penggalian tanah timbunan di Jalan Mariat Pantai, Kabupaten Sorong, menuai sorotan tajam dari warga sekitar. Selain memicu kerusakan lingkungan, kegiatan tersebut juga menimbulkan risiko besar bagi keselamatan pengguna jalan. Warga menduga aktivitas ini dijalankan tanpa izin resmi, meskipun pihak pengelola mengklaim telah memiliki perizinan lengkap.
Pantauan di lapangan menunjukkan perubahan signifikan pada lanskap di lokasi. Tebing-tebing yang terkikis, gundukan tanah bekas galian, serta rusaknya vegetasi alami menjadi pemandangan yang mengkhawatirkan. Warga khawatir kondisi ini bisa memicu longsor, terutama pada musim hujan, mengingat kontur tanah yang sudah tidak stabil lagi.
Keluhan juga datang dari para pengguna jalan yang menjadi kelompok paling terdampak. Tumpahan material galian yang meluber ke badan jalan membuat permukaan menjadi licin dan berlumpur saat hujan. Sebaliknya, saat cuaca panas, debu pekat menyelimuti jalur tersebut sehingga membahayakan pengendara dan mengganggu jarak pandang.
“Kalau hujan, jalanan jadi seperti kubangan lumpur. Pernah ada motor tergelincir gara-gara licin,” ungkap Riko, seorang pengendara ojek yang hampir setiap hari melintasi jalur itu. Ia berharap pemerintah segera menindaklanjuti agar tidak jatuh korban jiwa.
Saat dikonfirmasi, pemilik usaha galian yang mengaku berinisial R mengklaim telah memiliki izin resmi. “Izin ada. Saya juga sudah koordinasi dengan kelurahan, ketua adat, dan pemilik lahan,” ujar R saat diwawancara wartawan.
Namun, ketika diminta untuk menunjukkan salinan izin, hingga berita ini diturunkan, R belum memberikan respon lebih lanjut. Kondisi ini menimbulkan keraguan publik atas kebenaran klaim legalitas yang disampaikan oleh pihak pengelola.
Informasi lain yang diterima dari sumber di lapangan menyebut, R diduga merupakan anggota TNI aktif yang bertugas di satuan Zeni Tempur (Zipur). Meski belum dapat dikonfirmasi secara resmi, dugaan tersebut semakin memperkuat desakan warga agar pihak berwenang segera turun tangan dan menyelidiki aktivitas yang diduga melanggar aturan ini.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), pengambilan tanah dalam jumlah besar termasuk kategori pertambangan mineral bukan logam dan batuan. Kegiatan ini seharusnya dilengkapi Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Pertambangan Rakyat (IPR), serta dokumen lingkungan seperti AMDAL atau UKL-UPL.
Perlu diketahui, koordinasi sosial dengan pihak kelurahan maupun persetujuan tokoh adat tidak dapat menggantikan kewajiban memperoleh izin formal dari pemerintah. Hal ini penting untuk menjamin keselamatan dan kelestarian lingkungan sekitar.
Warga mendesak pemerintah daerah, Dinas Lingkungan Hidup, serta aparat penegak hukum segera turun tangan menertibkan kegiatan galian yang sudah meresahkan tersebut. “Kami minta ini segera ditindak. Jangan tunggu ada korban baru diambil tindakan,” tegas seorang warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Selain upaya penegakan hukum, warga juga meminta dilakukan audit lingkungan menyeluruh dan investigasi mendalam terhadap dugaan keterlibatan oknum aparat dalam aktivitas ilegal ini. Jika benar, keterlibatan anggota TNI aktif harus diusut melalui jalur hukum militer sesuai ketentuan yang berlaku.(RED)