Aimas– Praktik penebangan liar di kawasan hutan Papua kian marak dan memprihatinkan. Ironisnya, aktivitas ilegal yang dilakukan oleh sejumlah pengusaha kayu ini terkesan dibiarkan dan tidak mendapat perhatian serius dari Aparat Penegak Hukum (APH). Padahal, tindakan tersebut telah merugikan negara dan mengancam kelestarian lingkungan.
Penelusuran di lapangan menunjukkan bahwa penebangan kayu secara liar seolah-olah mendapat “perlindungan” dari oknum-oknum tertentu. Hal ini menciptakan celah hukum yang dimanfaatkan oleh para pelaku untuk terus melakukan eksploitasi hutan secara masif dan tidak bertanggung jawab.
Dalam aturan yang berlaku, pengelolaan hasil hutan kayu harus disertai sejumlah dokumen legal seperti Izin Usaha, Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu (SKSHHK), yang juga dikenal dengan istilah S-PHL atau S-Legalitas. Selain itu, diperlukan pula laporan hasil cruising dan laporan hasil produksi kayu (LHP-Kayu).
Namun faktanya, banyak pelaku usaha kayu yang mengabaikan prosedur tersebut demi meraup keuntungan besar. Sabtu (19/04/2025), tim investigasi kami menemukan sebuah gudang penyimpanan kayu pacakan berukuran ekspor di wilayah Jl. Osok, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya. Gudang tersebut diduga kuat menjadi tempat transit hasil tebangan liar.
Dari penelusuran lebih lanjut, tim kami memperoleh informasi dari warga sekitar yang enggan disebutkan namanya. Warga tersebut memberikan nomor telepon pemilik gudang yang diketahui bernama Jeri. Saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, Jeri mengakui bahwa gudang tersebut miliknya dan saat ini disewa dari seorang oknum polisi.
Pengakuan tersebut tentu menimbulkan banyak pertanyaan mengenai keterlibatan aparat dalam praktik ilegal ini. Jika benar gudang tersebut disewa dari oknum penegak hukum, maka ada indikasi kuat bahwa penebangan liar ini mendapat dukungan dari dalam institusi yang seharusnya menegakkan hukum.
Ketua Ormas Pemuda Tri Karya, J. Ragho, turut angkat bicara mengenai temuan ini. Dalam keterangannya kepada awak media, ia mendesak pihak kepolisian untuk segera bertindak tegas. “Kami berharap pihak kepolisian segera memasang police line di lokasi dan memproses pemilik kayu agar menjadi efek jera bagi yang lain,” tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa masyarakat Papua Barat Daya selama ini menjadi korban dari praktik-praktik ilegal yang justru merusak tanah mereka sendiri. “Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas,” tambah Ragho.
Kasus ini diharapkan menjadi perhatian serius bagi instansi terkait, terutama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta aparat kepolisian. Jika tidak ditindak tegas, maka kerusakan hutan Papua akan terus berlangsung dan menjadi ancaman besar bagi ekosistem serta kehidupan masyarakat adat setempat.(RED)